Saturday, December 23, 2017

Ekonomi Publik dan Regulasi Tentang Pajak Perdagangan Internasional

Pajak Perdagangan Internasional  

BAB I

Pendahuluan

A.Latar Belakang

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Keuangan. Dalam tugas pokok di bidang kepabeanan dan cukai terkandung misi yang saling terkait (integrated mission) antara lain :       

-   Mengamankan penerimaan negara dari sektor impor, ekspor dan cukai  
-   Melancarkan arus barang;
-  Membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pertimbuhan industri dan investasi melalui pemberian fasilitas kepabeanan dan cukai serta pencegahan terjadinya unfair trading;
-  Menjamin perlindungan masyarakat terhadap ekses negatif yang timbul sebagai akibat dari masuknya barang-barang pembatasan dan larangan.

   Pada saat sekarang Pajak merupakan penerimaan Negara yang paling dominan dan primadona dibandingkan beberapa dekade  yang lalu, dimana pajak hanya merupakan penerimaan pelengkap atau pendamping dari penerimaan dari sektor migas.  Sa’at ini, Pajak merupakan tulang punggung penerimaan Negara, sebagaimana fungi budgeter dan fungsi regulernya, bahwa pajak berfungsi didalamnya sebagai sumber penerimaan Negara, sebagai instrument untuk melakukan kebijakan ekonomi suatu Negara, dan sebagai alat untuk mencapai pemerataan pendapatan masyarakat. Malah secara extrim dapat dikatakan bahwa “pajak merupakan suatu instrument yang paling ampuh untuk melakukan pemerataan ekonomi masyarakat, baik secara langsung maupun melalui pembangunan (tidak langsung). Pajak juga dapat berfungsi sebagai alat untuk melakukan distribusi pendapatan dari yang kaya kepada yang miskin, dari kelompok elite kepada kelompok minoritas. 

B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian cukai ?
2.Peran dan fungsi cukai?
3.Pengertian pajak perdagangan internasional ?
4.fungsi dan peran pajak internasional ?
5.Dan apa pajak lainnya ?

Bab II

Pembahasan

2.1  Pengertian Cukai

     Pengertian cukai bisa dibilang akan jauh lebih susah dimengerti dibandingkan dengan pengertian bea, oleh karena itu pengertian bea dan cukai tidak bisa disatukan menjadi pengertian bea cukai. Pengertian cukai adalah sebuah kegiatan pemungutan yang dilakukan oleh negara secara tidak langsung kepada setiap konsumen yang menikmati objek yang dikenakan cukai seperti rokok, alkohol, dll. Oleh karena itu sebaiknya anda sebagai perokok mulai memikirkan cara berhenti merokok karena selain harganya yang mahal juga bahaya merokok bagi kesehatan tubuh sangat banyak.Hal itu karena kandungan rokok dan zat bahaya dalam asapnya bisa merusak fungsi paru-paru manusia.

    Pada zaman dahulu saat Belanda masih ada di  Indonesia, semen dan gula bahkan dikenai biaya cukai. Hal ini dilakukan penjajah karena ingin mengontrol kebutuhan masyarakat akan semen dan gula yang merupakan kebutuhan penting penjajah pada masa itu. Undang-Undang yang mengatur tentang cukai pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
     Pengertian cukai berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut “Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini”
Maksud dari barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik adalah barang yang:
  • Konsumsinya perlu dikendalikan;
  • Peredarannya perlu diawasi;
  • Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau 
  • Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai Berdasarkan undang-undang ini.

Barang barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tersebut diatas dinamakan Barang Kena Cukai.Sedangkan sampai dengan saat ini, barang kena cukai (objek cukai) yang dipungut cukainya terdiri atas
  1. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya
  2. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol
  3. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.


2.1.1  Peran Dan Fungsi Cukai

       Tugas Pokok

  Melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

       Fungsi

     Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 

   Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional di bidang pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan lainnya yang pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 
Perencanaan, pembinaan dan bimbingan di bidang pemberian pelayanan, perijinan, kemudahan, ketatalaksanaan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 


2.2 Pajak Pedagangan Internasional       

   Pajak perdagangan internasional adalah perpajakn yang berlaku diantara negara yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dan pelaksanaanya dilakukan dengan niat baiksesuai dengan konvensi Wina . 

     Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Indonesia terhadap badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral (dua Negara) tentang persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Negara asal atau penduduk asing tersebut .

2.2.1 Fungsi Pajak

Sesuai dengan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi. Suandy (2006) mengemukakan ”minimal ada dua tujuan atau fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi Budgeter/Financial
  Pajak mempunyai fungsi budgeter yaitu memasukkan uang sebanyak banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran pengeluaran Negara.
2. Fungsi Regulerend/Fungsi Mengatur
   Dengan fungsi regulerend maka pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.

2.2.2 Peran Pajak

Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam perannya sebagai berikut:
  • Pemberian insentif pajak (misalnya pemberian insentif pajak untuk sektor otomotif guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi)
  • Pengenaan pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.
  • Pengenaan Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri


2.3 Hukum Pajak Internasional

      Hukum Pajak Internasional pada dasarnya adalah hokum perselisihanyang didasarkan pada hukum antar bangsa, karena adanya unsur asing baik mengenai subyek atau obyek, sebagaimana dikemukakan oleh Ottmar Buhfer. Hukum perselisihan adalah keseluruhan kaedah yang mengatur bentrokan dua sistem hukum negara atau lebih (Soeitro; 1967). Unsur asing mengenai subyek, menunjukkan adanya orang asing sebagai subyek pajak berdasarkan undang-undang perpajakan nasional, dan unsur asing mengenai obyek berarti adanya obyek yang dimiliki Wajib Pajak Dalam Negeri yang berada diluar wilayah suatu negara.

      Pengertian Hukum Pajak Internasional, menurut pendapat Prof, Dr. Rochmat Soemitro, SH (1967) adalah:
            “Hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri dari kaedah, baik kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan terdiri dari prinsip/kebiasaan yang telah diterima baik oleh negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subyeknya maupun mengenai obyeknya”.

  Sebagaimana uraian diatas, keterbatasan wewenang suatu negara untuk memungut pajak memungkinkan terjadinya penghindaran pengenaan pajak, serta memungkinkan timbulnya beban pajak ganda, telah mendorong negara-negara di dunia untuk melakukan kerja sama dibidang perpajakan, sebagaimana dikemukakan pula oleh beliau, bahwa Hukum Pajak Internasional selain untuk mengatasi kemungkinan terjadinya bentrokan hukum, juga mengatur kerja sama di bidang perpajakan, seperti saling memberi informasi yang berguna bagi pengenaan pajak dan turut membantu dalam hal penagihan pajak. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa fungsi paling utama Hukum Perpajakan Internasional adalah untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda (double taxation), dan untuk menghindarkan penyeludupan pajak (tax evasion dam tax avoidance), melalui kerjasama saling tukar menukar informasi serta bantuan pelaksanaan penagihan pajak.


2.4 Sumber Hukum Pajak Internasional

          Sesuai dengan rumusan diatas, sumber Hukum Pajak Internasional (Soemitro; 1976) adalah:
  1. Kaedah hukum nasional, adanya kaedah-kaedah hukum nasional untuk menghindarkan pengenaan pajak ganda; ketentuan tersebut dimuat dalam undang-undang perpajakan nasional secara unilateral.
  2. Kaedah yang berasal dari traktat (perjanjian antar negara) baik yang dilakukan secara bilateral maupun secara multilateral. Misalnya, dalam perjanjian tersebut dikemukakan pengertian domisili, pengertian persekutuan yang mungkin berbeda dengan rumusan domisili atau persekutuan dalam hukum pajak nasional masing-masing negara yang mengadakan perjanjian.
  3. Perjanjian perdagangan, perjanjian persahabatan, perjanjian diplomatik sering pula mangatur masalah perpajakan. Misalnya, perjanjian antar negara seperti GATT; pada dasarnya wewenang negara untuk menetapkan tarif bea masuk atas impor barang-barang tertentu telah berkurang, negara tersebut harus mengikuti ketentuan yang sudah diperjanjikan bersama. Demikian pula dalam perjanjian diplomatik seperti Konvensi Wiena (1961) yang mengatur tentang kekebalan diplomatik, mengatur pula ketentuan tentang perpajakan.
  4. Hukum antar bangsa, yaitu berkenaan dengan prinsip-prinsip yang diakui secara internasional sehingga merupakan hukum internasional; misalnya asas atau prinsip eksteritorial, yang menetapkan bahwa daerah eksteritorial itu merupakan suatu daerah negara asing di suatu negara, dan hukum negara yang bersangkutan (host country) tidak berlaku di daerah eksteritorial. Oleh karenanya hukum pajak juga tidak berlaku di daerah tersebut. Dengan demikian maka para wakil diplomatik negara asing memperoleh kekebalan hukum terhadap ketentuan pajak dari negara tuan rumah (host country).
  5. Hukum masyarakat antar negara, seperti Masyarakat Economi Eropah (MEE) telah membatasi wewenang suatu negara untuk memungut pajak.


3. Pajak Lainnya

1. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pajak ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1985 dan mulai berlaku sejak Januari 1986. Batas nilai jual properti yang kena pajak, minimal sebesar Rp 8 juta. Tetapi undang-undang ini juga memungkinkan pengurangan pajak maksimal 75 persen, bahkan untuk objek pajak yang terkena bencana alam akan diberikan pengurangan pajak hingga 100%.

2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
BPHTB ini dikenakan kepada pembeli properti. Jenis pajak ini diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 dan terhitung efektif mulai 1 Januari 1998. Dalam undang-undang ini, yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi atau badan, yang meliputi
  • Jual Beli.
  • Tukar-menukar
  • Hibah.
  • Hibah Wasiat.
  • Hadiah.
  • Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya.
  • Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
  • Penunjukan pembeli dalam lelang. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap.
  • Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak.

Sementara yang tidak dikenakan BPHTB adalah : 
  •  Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas timbale balik.
  • Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh menteri
  • Orang pribadi atau Organiasi karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
  • Wakaf. 
  • Warisan. 


3.Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak ini dikenakan kepada pihak penjual property perorangan. PPh diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994, dimana atas penghasilan yang diterima oleh pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang jumlahnya lebih dari 60 juta rupiah. Jikadibawah 60 juta rupiah maka penjual tidak dikenakan pajak PPh ini. Khusus untuk pihak developer, pajak ini dibayarkan melalui PPh tahunan. Besarnya nilai pajak ini adalah 5 % dari nilai transaksi.

4.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak ini dikenakan kepada pihak pembeli property dan hanya dikenakan satu kali saat membeli property baru, baik dari pihak developer maupun perorangan. Properti yang dipungut PPN nilainya di atas 36 juta rupiah. Jika membeli property dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Namun, jika kita membeli dari peorangan maka pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi selesai dilakukan selambat-lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan dilaporkan kepada kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 pada bulan berikutnya tersebut. Besarnya dinilai PPN adalah 10 % dari nilai transaksi.

5.Bea Balik Nama (BBN)
Pajak BBN ini dikenakan kepada pihak pembeli untuk proses balik nama sertifikat properti yang ditransaksikan dari penjual kepada pihak pembeli. Umumnya properti yang dibeli melalui pihak developer, pajak BBN ini diurus oleh pihak developer dankonsumen tinggal membayarnya. Namun, jika kita membeli properti secara perorangan, biaya BBN ini diurus sendiri oleh pihak pembeli atau bias sekalian diurus oleh pihak notaris. Besarnya pajak BBN berbeda-beda di setiap daerah, namun rata-rata sekitar 2 % dari nilai transaksi.

6.Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM ini hanya dikenakan kepada pihak pembeli properti yang membeli dari developer dan memenuhi criteria sebagai barang mewah. Properti yang masuk kategori ini, luas bangunannya > 150 m2 atau harga jual bangunannya > 4 juta rupiah/m2. Besarnya PPnBM adalah sebesar 20 % dari harga jual dan dibayarkan saat bertransaksi. PPnBM ini tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.


BAB III

Penutup

Kesimpulan
Cukai merupakan penyortir barang yang akan masuk ke pasar Indonesia karena itu sangat penting bagi produk atau barang yang masuk apalagi dikonsumsi oleh masyarakat banyak perlu penanganan yang lebih serius untuk barang dari luar negeri dikhawatirkan ada produk yang kurang baik dan tidak bermutu masuk dengan mudah nya . Dan pajak adalah  pembayaran yang dilakukan rakyat, dan merupakan sumber dana untuk pembangunan. Selain itu pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan. Dalam penetapan besaran pajak harus sesuai dengan pancasila. Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan asas yang digunakan pun beraneka ragam. Tarif pajak berbeda tergantung dasar yang digunakan. Selain itu pemerintah telah memberikan batasan segala hal yang berkaitan dengan pajak di dalam UU perpajakan nasional yang merupakan modernisasi dari UU pajak jaman kolonial. Untuk menarik pajak yang ada di luar negeri pemerintah melakukan kerja sama dengan negara lain dalam perpajakan yang lazim diebut perjanjian traktat, yang hal tersebut diatur dalam HUKUM PAJAK INTERNASIONAL.

Saran
Cukai dan pajak merupakan lembaga yang sangat penting untuk pemasukan Negara untuk itu perlu pengawasan dan pengontrolan yang leih terhadap lembaga ini karena rentan adanya kepentingan yang disalah gunakan oleh pihak – pihak tertentu .

No comments:

Post a Comment

Undang - undang Keuangan Negara

Undang - Undang Keuangan Negara 1. UU no.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Dalam undang – undang tersebut mengatur tentang keu...